Bilangan Amicable
Sepakat dengan Ibnu Khaldun, salah satu pengkaji (dan perintis) Filsafat Sejarah, ilmu pengetahuan dalam persepsi ilmu sejarah nampak sebagai sebuah warisan turun temurun umat manusia yang terus berkembang tanpa mempunyai sebuah titik akhir. Ilmu pengetahuan adalah hak segala umat dan bangsa, bersifat tak berakhir, sehingga terus dan akan terus berkembang. Barangkali, ilmu pengetahuan juga seperti cinta yang (deritanya) tiada akhir –menurut persepsi Ti Pat Kai si Dewa Cinta.
Ngomong-ngomong soal sejarah, ilmu pengetahuan dan cinta, saya jadi teringat tentang salah satu terma ilmu matematika yang –barangkali- bisa memadukan tiga dimensi tersebut. Adalah Bilangan Amicable, sepasang bilangan yang dalam sejarahnya mampu memadukan nilai cinta dan ilmu pengetahuan sekaligus.
Dalam istilah ilmiah resmi Bilangan Amicable biasa disebut dengan istilah al A’dâd al Wafaq, al A‘dâd al Mutahâbah, Amicable Number dan –ataupun- Friendly Number.
Bilangan Amicable merupakan sebuah istilah untuk sepasang bilangan yang masing-masing bilangannya adalah jumlah dari pembagi- pembagi bilangan pasangannya.
Bilangan Amicable ditemukan –dan dirumuskan- pertama kali oleh Tsabit bin Qurah al Shabi pada paruh akhir abad kesembilan M (paruh akhir abad ketiga H).
Beberapa Bilangan Amicable ditemukan oleh Tsabit bin Qurah dan (dikenal) oleh para matematikawan Arab setelahnya. Di antaranya ialah bilangan 220 dan 284.
Pembagi dari 220 adalah 1, 2, 4 , 5, 10, 11, 20, 22, 44, 55, 110. Bila semua bilangan pembagi tersebut dijumlahkan, maka hasilnya adalah 284.
Begitu pula dengan 284. Pembagi dari 284 adalah 1, 2, 4, 71, 142. Bila semua bilangan pembagi tersebut dijumlahkan, maka hasilnya adalah 220.
Adalah Maqâlah fi I’dâd al Wafaq, karya tulis Ibnu al Haitsam yang secara khusus membahas Bilangan Amicable. Barangkali saja, maqalah tersebut merupakan karya tulis pertama yang membahas Bilangan Amicable –temuan Tsabit bin Qurah- secara khusus dan penuh.
Pada tahun 1636 M Fermat menemukan sepasang Bilangan Amicable, 17296 dan 18416. Dua tahun kemudian, sahabat Fermat, Rene Decartes menemukan sepasang lagi Bilangan Amicable, 9363584 dan 9437056. dst.
Sekian, Terima Kasih.
Penemu Sirkulasi Pernapasan: Ibn Al-Nafis atau Harvey?
Karena dianggap bertentangan dengan Galen, Michael Servetus dianggap menyimpang. Hukumannya, dirinya dan buku Christianismi Restitutio karyanya pun dibakar. Penemuan sirkulasi dalam paru-paru menjadi hal yang penting dan mengundang banyak perdebatan dalam dunia kedokteran. Pendapat yang diyakini selama ini, teori mengenai sirkulasi paru-paru — kaitan antara pernapasan dan peredaran darah — ditemukan oleh ilmuwan Eropa mulai abad ke-16. Penggiatnya berturut-turut adalah Servetus, Vesalius, Colombo, dan terakhir Sir William Harvey dari Kent, Inggris. Namun penelusuran sejarah lebih lanjut, dengan meneliti berbagai manuskrip dan objek sejarah lain, maka kejelasan mulai diungkapkan: penemu sirkulasi paru-paru adalah Ibnu Al-Nafis, ilmuwan Muslim abad ke-13. Adalah Dr Muhyo Al-Deen Altawi, fisikawan Mesir, yang mulai menyusur kanal-kanal sejarah sejak tahun 1924. Ia menemukan sebuah tulisan berjudul Commentary on the Anatomy of Canon of Avicenna di perpustakaan nasional Prussia, Berlin (Jerman). Saat itu, ia tengah belajar mengenai sejarah Kedokteran Arab di Albert Ludwig’s University Jerman.
Tulisan dalam bentuk diktat itu, merunut pada konteks waktunya, dianggap sebagai karya tulis terbaik yang merangkai secara detil topik-topik anatomi, patologi, dan fisiologi. Diktat yang belakangan diketahui sebagai karya Ibnu Al Nafis ini juga mengungkap sesuatu yang mengejutkan: deskripsi pertama di dunia mengenai sirkulasi paru-paru!
Ia menguraikan lebih jauh konsep yang dipancangkan ilmuwan sebelumnya, Galen, pada abad ke-2. Konsep sirkulasi yang dikembangkan Galen menyebut adanya ‘lorong rahasia’ antara dua bilik jantung. Ia menguraikan bagaimana darah mencapai bagian kanan jantung dan bergerak menuju pori-pori yang tak terlihat di cardiac septum menuju bagian kiri jantung. Di sana darah bertemu dengan udara dan membangun sebuah ‘kekuatan’ sebelum diedarkan ke seluruh tubuh. Menurut Galen, sistem vena merupakan bagian yang terpisah dari sistem arteri saat mereka ‘kontak’ dalam pori-pori tak terlihat itu.
Namun, Ibnu Al-Nafis, berdasar pengetahuannya yang mendalam terhadap anatomi, memikirkan hal yang berbeda:
“…Darah dari kamar kanan jantung harus menuju bagian kiri jantung, namun tak ada bagian apapun yang menjembatani kedua bilik itu. Sekat tipis pada jantung tidak berlubang. Dan bukan seperti apa yang dipikirkan galen, tak ada pori-pori tersembunyi di dalam jantung. Darah dari bilik kanan harus melewati vena arteriosa (arteri paru-paru) menuju paru-paru, menyebar, berbaur dengan udara, lalu menuju arteria venosa (vena paru-paru) dan menuju bilik kiri jantung dan bentuk ini merupakan spirit vital…”
Dalam buku itu dia juga mengatakan:
“Jantung hanya memiliki dua kamar…dan antara dua bagian itu sungguh tidak saling terbuka. Dan, pembedahan juga membuktikan kebohongan yang mereka ungkapkan. Sekat antara dua bilik jantung lebih tipis dari apapun. Keuntungan yang didapat dengan adanya sekat ini adalah, darah pada bilik kanan dengan mudah menuju paru-paru, bercampung dengan udara di dalam paru-paru, kemudian didorong menuju arteria venosa ke bilik kiri dari dua bilik jantung…”
Mengenai anatomi paru-paru, Ibnu Al-Nafis menulis:
“Paru-paru terdiri dari banyak bagian, pertama adalah bronchi, kedua adalah cabang-cabang arteria venosa, dan ketiga adalah cabang-cabang vena arteriosa. Ketiganya terhubung oleh jaringan daging yang berongga.”
Dia menambahkan lebih detil mengenai sirkulasi paru-paru:
“… Yang diperlukan paru-paru untuk transportasi darah menuju vena arteriosa adalah keenceran dan kehangatan pada jantung. Apa yang merembes melewati pori-pori pada cabang-cabang pembuluh menuju alveoli pada paru-paru adalah demi percampurannya dengan udara, berkombinasi dengannya, dan hasilnya memjadi sesuatu yang diperlukan di bilik kiri jantung. Yang mengantar campuran itu ke bilik kiri arteria venosa.”
Kontribusi lain Ibnu Al Nafis adalah bantahannya tentang nutrisi bagi jantung. Avicenna menulis makanan jantung diekstrak dari pembuluh kecil dan didorong ke dinding. Kata Al Nafis:
“… Berbeda dengan pernyataannya (Avicenna-red) bahwa darah pada bagian kanan adalah untuk memberi makanan jantung adalah tidak benar sama sekali.”
Eropa terlambat memahami
Sayangnya, pengetahuan yang sungguh penting dalam dunia kedokteran ini hanya populer di dunia medis Arab. Eropa baru mengetahuinya 300 tahun kemudian, saat Andrea Alpago dari Belluno menerjemahkan karya Al nafis itu dalam bahasa Latin tahun 1547. Kemudian, Michael Servetus menjelaskan teori sirkulasi paru-paru dalam buku teologinya yang berjudul Christianismi Restitutio pada tahun 1553. Dia menulis: “…Udara dan darah bercampur dan dikirim dari paru-paru menuju jantung melalui pembuluh arteri; bagaimanapun, percampuran itu terjadi di paru-paru. Warna cerah akan diberikan paru-paru, bukan jantung.”
Dan, teori Servetus ini — yang terkesan menjiplak Al Nafis — dieksekusi oleh Gereja karena dianggap berlawanan dengan apa yang diajarkan oleh Galen. Konsekuensinya, ia bersama bukunya dibakar. Andreas Vesalius mengikuti jejak Servetus menerangkan teori sirkulasi paru-paru. Dalam bukunya, De Fabrica, ia menulis persis seperti apa yang diuraikan Al Nafis. Pada edisi pertama buku Vesalius (1543), ia setuju dengan pendapat Galen bahwa darah dari bilik kanan menuju bilik kiri melalui sebuah sekat tipis.
Namun pada edisi keduanya, tahun 1555, ia sedikit meralatnya dengan kalimat: “Saya masih belum melihat bagaimana sekat yang sungguh tipis itu bisa mengalirkan darah dari bilik kanan menuju bilik kiri.” Pendapat itu dikuatkan oleh Realdus Colombo (1559) dalam bukunya, De re Anatomica.
Penjelasan lebih rinci dikemukakan William Harvey. Pada tahun 1628 ia mendemonstrasikan langsung observasi anatomi di laboratorium hewan. Ia menjelaskan bagaimana darah berpindah dari bilik kanan, menuju paru-paru, lalu masuk ke bilik kiri jantung melalui vena paru-paru. Ia juga menunjukkan tak ada satupun pori-pori dalam sekat interventrikular jantung.
Ia menulis dalam monografnya: “Exercitatio anatomica de motu cordis et sanguinis in animalibus: Saya mulai berpikir tentang gerakan yang sangat cepat dalam lingkaran itu. Saya menemukan kebenaran bahwa darah dipompa dalam satu hentakan dari bilik kiri didistribusikan melalui pembuluh arteri ke seluruh bagian tubuh dan kembali melalui vena dan kembali ke bilik kanan, hanya setelah terkirim ke paru-paru dari bilik kanan.”
Source: Republika Online
leave a comment